KARANGMOJO, (KH) -- Padukuhan Bulu, Desa Bejiharjo,
Kecamatan Karangmojo, menjadi salah satu sentra pengrajin blangkon di
Kabupaten Gunungkidul. Salah satu warisan budaya ini masih terus dikembangkan
masyarakat setempat sebagai modal hidup untuk mencukupi kebutuhan keluarga.
Wakino, salah satu
pengrajin blangkon tertua di wilayah Bulu mengatakan, dalam melestarikan bisnis
ini membutuhkan jangka waktu yang tidak instan. Butuh segenap hati dan
pengabdian untuk melestarikannya. Wakino mengaku menggeluti usaha tersebut
sejak berumur 13 tahun.
Saat ditanya
perihal masa lalunya, bapak dua orang putra ini mengaku mendapat ilmu membuat
blangkon saat bekerja di sebuah sentral indusri blangkon di Yogyakarta. Saat
itu, sebagaian remaja di dusun tersebut banyak yang menggantungkan nasibnya
bekerja di sentral industri blangkon.
Dari pengalamannya
bekerja, ilmu yang Wakino dapat ia bawa pulang dan mengembangkan usaha blangkon
dengan modal sendiri di rumah. Hati nurani Wakino yakin usaha blangkon yang dia
kerjakan di kampung halamannya akan banyak menarik tenaga kerja di Padukuhan
Bulu.
“Ternyata keyakinan
ini terwujud, hingga saat ini sudah ada sekitar 10 kelompok pembuat
blangkon di Padukuhan Bulu, atau menyerap sekitar 60 orang tenaga kerja,” kata
Wakino saat ditemui di rumah sederhananya, Minggu (10/08/2014).
Bagi masyarakat
awam atau non jawa, blangkon hanyalah sekedar tutup kepala, tetapi tidak bagi
Wakino, menurutnya blangkon adalah simbol adat yang memiliki nilai histori dan
filosofi yang dalam. Blangkon melambangkan pangkat atau derajat seseorang
pada zaman dahulu yang kerap dipakai para raja.
Di sentral industri
blangkon Desa Bejiharjo ada dua jenis blangkon yang dibuat, jenis mataraman dan
kagok. Blangkon jenis Mataraman, pembuatannya sedikit lebit rumit
dan membutuhkan keahlian tersendiri. Sedangkan jenis kagok pembuatanya lebih
mudah dan cepat.
“Untuk membuat
jenis mataraman sehari hanya jadi dua, tetapi untuk membuat jenis kagok bisa
sampai 20-25 biji perhari,” ungkap Wakino.
Wakino menjelaskan,
hasil blangkon buatannya biasa dijual di Pasar Bringharjo Yogyakarta. Bahkan
Wakino sudah mempunyai pelanggan yang siap menerima hasil produksinya. Dia
mengaku dalam waktu satu minggu, mampu mengirim 250 blangkon berbagai jenis.
“Kita juga menerima pesanan di rumah,” katanya.
Harga blangkon di
Padukuhan Bulu tergantung jenis batik yang digunakan, Wakino biasa menjual
blangkon jenis Kagok seharga Rp. 15.000,00 sedangkan blangkon jenis mataraman
Rp.150.000,00. Dalam menggeluti usahanya ini, Wakino ditemani istrinya, tetapi
jika pesanan meningkat, Wakino biasa melibatkan warga sekitar.
Wakino mengatakan
produksi blangkon kini sudah menjadi pekerjaan pokok. Dari hasil itulah bapak
yang lahir tahun 1967 ini mampu mengantarkan anak pertamanya melanjutkan studi
di salah satu Universitas di Yogyakarta. Untuk terus memenangkan pasar
blangkon, Wakino mempunyai sejumlah strategi seperti menjaga kualitas produk,
inovasi dan melihat peluang pasar. (Juju/Tty)
Sumber : Kabar Handayani
No comments:
Post a Comment